Kamis, 16 Februari 2017

Kandungan Surat Al Baqorah Ayat 282

LATAR BELAKANG
Manusia juga dijuluki makhluk sosial yang hanya menyukai hidup bergolongan, atau sedikitnya mencari teman untuk hidup bersama, lebih suka daripada hidup menyendiri. Pertemanan tersebut dalam sosiologi diistilahkan sebagai relasi sosial. Sedangkan dalam fiqih dinamakan dengan muamalah.
Konsep muamalah yang terkandung dalam Al-Quran dan Hadis adalah seluruh tindakan manusia tidak bisa melepaskan diri dari nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, mengutamakan kemaslahatan umum, kesamaan hak dan kewaiban serta melarang berbuat curang dan melarang berperilaku tidak bermoral di antara satu dengan yang lain. Peraturan muamalah seperti itu salah satunya terdapat dalam ayat 282 dari surat Al-Baqarah yang mengatur tentang hutang piutang. Untuk mengetahui bagaimana peraturan hutang piutang dari ayat tersebut dan sejauhmana dampak aturan itu terhadap kehidupan manusia sebagai makhluk sosial, dalam kajian ini penulis akan menafsirkan ayat 282 dari surat Al-Baqarah  secara mendalam.
Dalam sejarah pencatatan (Akuntansi) konvensional Lucas Pacioli dikenal sebagai penemu akuntansi modren, namun demikian sebelum Pacioli dikenal sebagai penemu akuntansi. Namun demikian pada tahun 622 M terbuktxi sebagai beberapa sistem pencatatan perdagangan telah berkembang di Madinah, dan pada zaman pemerintahan Abbasiyah 750 M telah dikembangkan lebih sempurna diantaranya Al Jaridah Annafakat (Jurnal Pengeluaran atau Expenditure Journal), Jaridah al-Mal(Jurnal penerimaan dana untuk Baitul Mal) dan lain-lain. Kalau kita kaji sejarah khususnya sejarah khususnya sejarah islam, sebenarnya pada awal pertumbuhannya mestinya sudah ada sistem akuntansi. Hal ini dapat kita tanya dari adanya kegiatan kafilah atau pedagang. 

RUMUSAN MASALAH
  1. Apa Isi Surah Al Baqarah ayat 282 dan apa artinya?
  2. Bagaimana Asbabun Nusul Surah Al Baqarah ayat 282?
  3. Bagaimana Tafsiran Surah Al Baqarah Ayat 282 ?

TUJUAN
  1. Untuk mengetahui isi kandungan surah Al Baqarah ayat 282
  2. Untuk mengetahui Asbabun Nusul surah Al Baqarah ayat 282
  3. Untuk mengetahui tafsiran yang terkandung dalam surah Albaqarah ayat 282

PEMBAHASAN
  1. Surah Al Baqarah Ayat 282 dan Artinya
tulisan arab surat albaqarah ayat 282

Arti Albaqarah ayat 282
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Rabbnya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun dari hutangnya. Jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). Jika tak ada dua orang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa maka seorang lagi mengingatkannya.Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih dapat menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah muamalahmu itu), kecuali jika muaamalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit-menyulitkan. Jika kamu lakukan (yang demikian), maka sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. Dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Mahamengetahui segala sesuatu. (QS. Al-Baqarah:282 )
  1. Asbabun Nusul Surah Al Baqarah Ayat 282
Pada waktu Rosulullah SAW datang kemadinah pertama kali, orang-orang penduduk asli biasa menyewakan kebunnya dalam waktu satu, dua atau tiga tahun. Oleh sebab itu rosul bersabda:”Barang siapa menyewakan (mengutangkan) sesuatu hendaklah dengan timbangan atau ukuran yang tertentu dan dalam jangkawaktu yang tertentu pula” sehubungan dengan itu Allah swt menurunkan ayat 282 sebagai perintah apabila mereka utang piutang maupun muamalah dalam jangka waktu tertentu hendaklah ditulis perjanjian dan mendatangkan saksi. Hal mana untuk menjaga terjdinya sengketa pada waktu-waktu yang akan dating. (Hr. Bukhori dari Sofyan Bin Uyainah dari IbnuAbi Najih dari Abdillah bin Katsir dari Minhal dari ibnu Abbas). (A MudjabMahali.1989:136)
  1. Tafsir Surah Al Baqarah Ayat 282
Hai orang-orang yang beriman apabila kamu bermuamalah tidak secara tuani untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya”.
Perintah ayat ini secara redaksional ditujukan kepada orang-orang yang beriman, tetapi yang dimaksud adalah mereka yang melakukan utang-piutang, bahkan yang lebih khusus asalah orang yang berutang. ini agar yang memberi  piutang merasa tenang dengan penlisan itu. kemudian dalam teransaksi utang piutang ini hendaklah disebutkan tempo atau batas waktunya, karena jika tidak ada batas waktu yang ditentukan bisa saja orang tidak membayar utang hingga ia meninggal. untuk waktu yang ditentukan. Ibnu Al Mundzir mengatakan: firman Allah ini menunjukkan bahwa pinjaman yang dilakukan dengan waktu yang tidak ditentukan itu tidak diperbolehkan. Sebuah hadist shahih menyebutkan, bahwa ketika Rasulullah hijrah ke kota Madinah, penduduk Madinah saat itu sudah terbiasa bertransaksi dengan cara berutang untuk menanam tanaman mereka, dengan jangka waktu pelunasan dua atau tiga tahun. Lalu Rasulullah SAW bersabda: “barang siapa yang ingin bertransaksi Salam pada kurma, maka bertransaksilah, dengan timbangan yang diketahui, takaran yang diketahui, dan waktu yang diketahui”. Hadist ini diriwayatkan dari Ibnu Abbas, oleh imam AL Bukhari, imam Muslim, dan para imam hadist lainnya.
“hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar”
Ini merupakan tugas bagi seorang yang menulis utang piutang itu sebagai sekertaris. Bukan pihak yang melakukan transakasi. Hikmah mengundang pihak ketiga,  bukan salah satu dari pihak yang bertransaksi adalah agar lebih berhati-hati. Juru tulis ini diperintahkan menuliskannya dengan adil (benar), tidak condong kepada salah satu pihak, dan tidak boleh menambahkan atau mengurangi sesuatu dalam teks yang disepakati itu
Disini pembicaraan beralih kepada poin berikut yang menjelaskan bagaimana seharusnya ia menulis.
“hendaklah orang yang berutang itu mendiktekan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah tuhannya. Janganlah ia mengurangi sedikitpun dari utangya. Jika orang yang berutabg itu adalah orang yang lemah akalnya atau lemah keadaannya, atau dia sendiri tidak mampu mendiktekannya, maka hendaklah walinya yang mendiktekannya dengan jujur”
Orang yang berutang hendaklah mendiktekan kepada juru tulis mengenai utang yang di akuinya itu, berapa besanya apa syaratnya, dan temponya. Hal ini karena di khawatirkan terjadinya kecurangan terhadap yang berutang kalau pemberi utang yang mendiktekannya, dengan menambah nilai utangnya, atau memperpendek temponya, atau neyebutkan beberapa syarat tertentu untuk kepentingan dirinya orang yang berhutang itu dalam posisi yang lemah yang kadang-kadang tidak berani menyatakan ketidak setujuannya karena ingin mendapatkan harta yang diperlukannya seingga ia dicurangi. Jika yang berutang adalah orang safih yaitu bodoh, tidak dapat mengatur urusannya dengan baik, pendek akalnya, atau orang yang berutang itu adalah orang yang dhaif (lemah) yaitu anak kecil yang belum mumayyis atau orang tua yang lemah ingatannya, ataupun orang orang yang tidak bisa mendiktekannya karena adanaya gangguan pada lisannya, maka hendaklah wali pengurusanya yang mendiktekannya. “dengan adil”. Semua itu agar terjamin tanggung jawabnya agar terjamin transaksi tersebut. Disini juga di sebutkan tentang status jual beli orang bisu.  Akad jual-beli bagi orang bisu dinyatakan sah dengan isyarat yang bisa adimengerti karena isyarat orang yang bisu untuk mengungkapkan sesuatu setara dengan ucapan lisan. Orang bisu juga boleh melakukan akad dengan tulisan sebagai ganti dari isyarat, jika ia mampu menulis.
“Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki di antara kamu. Jika tidak da dua orang laki-laki. Maka boleh seorang laki-laki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa maka seorang lagi mengingatkannya”.
Harus ada dua saksi terhadap akad (transaksi itu). “dari saksi saksi yang kamu ridhai”. Ridha disini mengandung dua makna. Pertama, kedua saksi itu harus adil dan diridhai dikalangan jamaah (masyarakat). Kedua, kedua belah pihak ridha terhadap kesaksiannya. Akan tetapi ada konsisi-kondisi tertentu yang tidak mudah mendapatkan dua orang saksi laki-laki. Maka dalam kondisi seperti ini syariat memberikan kemudahan dengan menjadikan perempuan sebagai saksi. Selsnjutnya Menurut Hukum Acara Perdata yang biasa dipergunakan pada pengadilan dalam lingkungan peradilan agama, beberapa macam alat-alat bukti yang dapat dijadikan bukti kebenaran dan ketidakbenaran suatu di pengadilan, yaitu:
1.                         Alat bukti surat-surat (tertulis)
Alat bukti surat adalah segala sesuatu yang memuat tanda bacaan  yang di maksudkan  untuk mencurahkan isi hati atau untuk  menyampaikan  buah pikiran seseorang yang di pergunakan sebagai pembuktian.
Al-Qur’an kepada orang yang beriman untuk menuliskan transaksi yang terjadi di antara manusia, sebagai mana terdapat dalam Al- Baqarah (3) : 282 berikut: Wahai orang-orang yang   beriman apabila kamu melakukan utang-piutang untuk waktu yang di tentukan, hendaklah kamu menuliskannya dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar, janganlah penulis menolak untuk menulis sebagaimana Allah telah mengajarkan kepadanya, maka hendaklah orang yang berhutang itu mendiktekan, dan hendaklah dia bertakwa kepada Allah.
Ayat di atas dapat disimpulkan bahwa Islam menetapkan perlunya mendokumentasikan misalnya dalam bentuk tulisan berbagai peristiwa-peristiwa penting yang terjadi diantara manusia karena itu sangat beralasan kalau tulisan atau surat-surat dijadikan  sebagai salah satu alat bukti.
Surat sebagai alat bukti tertulis dapat dibedakan dalam 2 jenis yaitu: surat akta otentik dan surat akta tidak otentik (dibawah tangan)
a.       Akta Otentik
Akta otentik adalah akta yang dibuat oleh atau dihadapkan pejabat yang berwenang untuk itu, menurut ketentuan yang telah ditetapkan sebagai pejabat yang berwenang dimaksudkan antara lain notaris, jurusita, panitra, dan hakim pengadilan, pegawai catatan sipil dan lain-lain.
b.    Akta Tidak Otentik  ( di bawah tangan )
Akta tidak otentik atau akta di bawah tangan adalah segala tulisan yang memang sengaja dibuat untuk dijadikan bukti tetapi tidak dibuat di hadapan atau oleh pejabat yang berwenang  untuk itu dan bentuknya pun tidaklah terikat kepada bentuk tertentu.
Misalnya: Surat jual beli tanah, yang dibuat oleh kedua bela pihak, sekalipun di atas kartu segel dan ditandatangani oleh ketua RT, ketua RW, lurah/kepala desa, tidak bisa disebut akta otentik karena pejabat  berwenang membuat akta tanah yang disebut PPAT, hanyalah notaris dan camat.
2.      Alat Bukti Saksi
Kata saksi jika dilihat dari pengertian terminologi berarti orang yang mempertunjukkan, memperlihatkan, sebagai bukti. Sedangkan menurut istilah syara’ ialah orang yang menyaksikan dengan mata kepala sendiri.
Jadi saksi yang dimaksud dalam hal ini adalah manusia hidup. Sedangkan menurut Sayid Sabiq dalam kitab sunnah bahwa yang dimaksud dengan saksi itu adalah memberitahukan seseorang tentang apa yang disaksikan dan dilihatnya. Maknanya ialah pemberitahuan seseorang tentang apa yang dia ketahui dengan sebenarnya.
Bila dimaksudkan bahwa saksi adalah orang  yang betul-betul  sebagai saksi karena menyaksikan sendiri suatu perkara maka dinilai bahwa kesaksian tersebut adalah merupakan salah satu bukti dalam hukum pembuktian.
Selanjutnta ayat ini di akhiri dengan firman-Nya: “dan bertaqwalah kepada Allah. Allah mengajarmu. Allah maha mengetahui sesuatu.”.
Menutup ayat ini dengan perintah bertaqwa yang disusul dengan mengingatkan pelajaran ilahi, merupakan penutup yang amat tepat, karena seringkali yang melakukan transaksi perdagangan menggunakan pengetahuan yang dimilikinya dengan berbagai cara terselubung untuk mencari keuntungan sebanyak mungkin. dari sini peringatan tentang perlunya taqwa serta mengingat pelajaran ilahi menjadi sangat tepat.
Mengapa Allah minta tambahan saksi sedangkan sudah ada tulisan? Tujuannya adalah untuk menguatkan hujah jika berlaku penipuan dalam kalangan saksi ataupun tulisan. Ciri-ciri saksi yang diterima adalah:
a.       Islam
b.      Merdeka, tidak hamba
c.       Berakal, tidak gila
d.      Baligh
e.       Adil - bermaksud tidak banyak melakukan dosa kecil secara berterusan dan meninggalkan dosa besar
Saksi tidak boleh orang sembarangan sahaja. Saksi mesti mempunyai agama dan akhlak yang bagus. Saksi juga tidak boleh seorang yang ada masalah dengan orang berhutang atau piutang.

KESIMPULAN
Untuk memperoleh kenikmatan hidup dan manfaat dari harta dapat ditempuh jalan yang haram akan tetapi allah menetapkan jalan yang halal yaitu pinjam meminjam dan utang piutang tanpa bunga.
Ayat ini menerangkan bahwa dalam utang piutang atau transaksi yang tidak kontan hendaklah untuk dituliskan sehingga ketika ada perselisihan dapat dibuktikan.
Dalam kegiatan ini pula diwajibkan untuk ada dua orang saksi yang adil dan
tidak merugikan pihak manapun, saksi ini adalah orang yang menyaksikan proses
utang piutang secara langsung dan dari awal.
Dalam menuliskan utang piutang haruslah dngan jelas atas kesepakatan kedua belah pihak baik waktu dan jumlah utangnya. Bagi yang tidak punya kemampuan dalam mengutarakan keinginanya dapat diwakilkan kepada walinya. Keadaaan yang seperti ini diperbolehkan dengan syara’ dengan ketentuan tidak adanya salah satu pihak yang merasa dirugikan.

Isi penting daripada ayat 282, surah Al-Baqarah:
  1. Sunat untuk menulis perjanjian dalam hutang-piutang.
  2. Penulis hutang mestilah bukan orang berhutang atau pemiutang.
  3. Penulis mesti menulis dengan jujur.
  4. Isi kandungan surat hutang mestilah mengikut bahasa orang yang berhutang.
  5. Jika orang lemah/tidak mampu menguruskan wang ingin berhutang, walinya perlu menjadi penjamin.
  6. Dua orang saksi perlu didatangkan di dalam akad hutang-piutang.
Adapun syarat-syarat yang ditentukan oleh ayat ini untuk transaksi adalah sebagai berikut :
a.       Untuk setiap agama, baik hutang maupun jual beli secara hutang, haruslah tertulis dan berdokumen.
b.      Harus ada penulis selain dari kedua pihak yang bertransaksi, namun berpijak pada pengakuan orang yang berutang.
c.       Orang yang berhutang dan yang memberikan pinjaman haruslah memperhatikan Tuhan dan tidak meremehkan kebenaran dan menjaga kejujuran.
d.      Selain tertulis, harus ada dua saksi yang dipercayai oleh kedua pihak yang menyaksikan proses transaksi.
e.       Dalam transaksi tunai, tidak perlu tertulis dan adanya saksi sudah mencukupi.
           

REFERENSI
abismiakabr.blogspot.co.id ( Diakses Tanggal 08 Desember 2016 )
alquranmulia.wordpress.com ( Diakses Tanggal 08 Desember 2016 )
Departeman Agama Republik Indonesia, Al Quran dan Terjemahannya, Surabaya:Cv. Aisyiah, 1998 
keranakasihnabi.blogspot.co.id ( Diakses Tanggal 08 Desember 2016 )
kismawadi.blogspot.co.id ( Diakses Tanggal 08 Desember 2016 )
Mahali A. Mujab, Asbabun Nusul Studi Pendalaman Al Qur’an, Rajawali pers: Jakarta, 1989.
masotib.blogspot.com/2011/03/utang-piutang-dalam-hukum-islam.html ( Diakses Tanggal 08 Desember 2016 )
Quthb sayyid, Tafsir Zhilalil Qur’an, Gema Insani: Jakarta, 2008

shareinpoh.blogspot.co.id  ( Diakses Tanggal 08 Desember 2016 ).

Tidak ada komentar: