LATAR BELAKANG
Manusia juga
dijuluki makhluk sosial yang hanya menyukai hidup bergolongan, atau sedikitnya
mencari teman untuk hidup bersama, lebih suka daripada hidup menyendiri.
Pertemanan tersebut dalam sosiologi diistilahkan sebagai relasi sosial.
Sedangkan dalam fiqih dinamakan dengan muamalah.
Konsep muamalah yang
terkandung dalam Al-Quran dan Hadis adalah seluruh tindakan manusia tidak bisa
melepaskan diri dari nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, mengutamakan kemaslahatan
umum, kesamaan hak dan kewaiban serta melarang berbuat curang dan melarang
berperilaku tidak bermoral di antara satu dengan yang lain. Peraturan muamalah seperti
itu salah satunya terdapat dalam ayat 282 dari surat Al-Baqarah yang mengatur
tentang hutang piutang. Untuk mengetahui bagaimana peraturan hutang piutang
dari ayat tersebut dan sejauhmana dampak aturan itu terhadap kehidupan manusia
sebagai makhluk sosial, dalam kajian ini penulis akan menafsirkan ayat 282 dari
surat Al-Baqarah secara mendalam.
Dalam
sejarah pencatatan (Akuntansi) konvensional Lucas Pacioli dikenal sebagai
penemu akuntansi modren, namun demikian sebelum Pacioli dikenal sebagai penemu
akuntansi. Namun demikian pada tahun 622 M terbuktxi sebagai beberapa sistem
pencatatan perdagangan telah berkembang di Madinah, dan pada zaman pemerintahan
Abbasiyah 750 M telah dikembangkan lebih sempurna diantaranya Al Jaridah
Annafakat (Jurnal Pengeluaran atau Expenditure Journal), Jaridah al-Mal(Jurnal
penerimaan dana untuk Baitul Mal) dan lain-lain. Kalau kita kaji sejarah
khususnya sejarah khususnya sejarah islam, sebenarnya pada awal pertumbuhannya
mestinya sudah ada sistem akuntansi. Hal ini dapat kita tanya dari adanya
kegiatan kafilah atau pedagang.
RUMUSAN MASALAH
- Apa Isi Surah Al Baqarah
ayat 282 dan apa artinya?
- Bagaimana Asbabun Nusul
Surah Al Baqarah ayat 282?
- Bagaimana Tafsiran Surah Al
Baqarah Ayat 282 ?
TUJUAN
- Untuk mengetahui isi
kandungan surah Al Baqarah ayat 282
- Untuk mengetahui Asbabun
Nusul surah Al Baqarah ayat 282
- Untuk mengetahui tafsiran
yang terkandung dalam surah Albaqarah ayat 282
PEMBAHASAN
- Surah Al Baqarah Ayat 282 dan Artinya
Arti Albaqarah ayat 282
Hai orang-orang yang beriman,
apabila kamu bermu’amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan,
hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu
menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya
sebagaimana Allah telah mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis, dan
hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu),
dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Rabbnya, dan janganlah ia mengurangi
sedikitpun dari hutangnya. Jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya
atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, maka
hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. Dan persaksikanlah dengan dua
orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). Jika tak ada dua orang
lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi
yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa maka seorang lagi mengingatkannya.Janganlah
saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan
janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas
waktu membayarnya. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih dapat
menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu.
(Tulislah muamalahmu itu), kecuali jika muaamalah itu perdagangan tunai yang
kamu jalankan di antara kamu, maka tak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak
menulisnya. Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis
dan saksi saling sulit-menyulitkan. Jika kamu lakukan (yang demikian), maka
sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. Dan bertakwalah kepada
Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Mahamengetahui segala sesuatu. (QS.
Al-Baqarah:282 )
- Asbabun Nusul Surah Al Baqarah Ayat 282
Pada waktu
Rosulullah SAW datang kemadinah pertama kali, orang-orang penduduk asli biasa
menyewakan kebunnya dalam waktu satu, dua atau tiga tahun. Oleh sebab itu
rosul bersabda:”Barang siapa menyewakan (mengutangkan) sesuatu
hendaklah dengan timbangan atau ukuran yang tertentu dan dalam jangkawaktu yang
tertentu pula” sehubungan dengan itu Allah swt menurunkan
ayat 282 sebagai perintah apabila mereka utang piutang maupun muamalah dalam jangka
waktu tertentu hendaklah ditulis perjanjian dan mendatangkan saksi. Hal mana
untuk menjaga terjdinya sengketa pada waktu-waktu yang akan dating. (Hr.
Bukhori dari Sofyan Bin Uyainah dari IbnuAbi Najih dari Abdillah bin Katsir
dari Minhal dari ibnu Abbas). (A MudjabMahali.1989:136)
- Tafsir
Surah Al Baqarah Ayat 282
Hai
orang-orang yang beriman apabila kamu bermuamalah tidak secara tuani untuk
waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya”.
Perintah
ayat ini secara redaksional ditujukan kepada orang-orang yang beriman, tetapi
yang dimaksud adalah mereka yang melakukan utang-piutang, bahkan yang lebih
khusus asalah orang yang berutang. ini agar yang memberi piutang merasa
tenang dengan penlisan itu. kemudian dalam teransaksi utang piutang ini hendaklah
disebutkan tempo atau batas waktunya, karena jika tidak ada batas waktu
yang ditentukan bisa saja orang tidak membayar utang hingga ia meninggal. untuk
waktu yang ditentukan. Ibnu Al Mundzir mengatakan: firman Allah ini
menunjukkan bahwa pinjaman yang dilakukan dengan waktu yang tidak ditentukan
itu tidak diperbolehkan. Sebuah hadist shahih menyebutkan, bahwa ketika
Rasulullah hijrah ke kota Madinah, penduduk Madinah saat itu sudah terbiasa
bertransaksi dengan cara berutang untuk menanam tanaman mereka, dengan jangka
waktu pelunasan dua atau tiga tahun. Lalu Rasulullah SAW bersabda:
“barang siapa yang ingin bertransaksi Salam pada kurma, maka
bertransaksilah, dengan timbangan yang diketahui, takaran yang diketahui, dan
waktu yang diketahui”. Hadist ini diriwayatkan dari Ibnu Abbas, oleh imam
AL Bukhari, imam Muslim, dan para imam hadist lainnya.
“hendaklah
seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar”
Ini
merupakan tugas bagi seorang yang menulis utang piutang itu sebagai
sekertaris. Bukan pihak yang melakukan transakasi. Hikmah mengundang
pihak ketiga, bukan salah satu dari pihak yang bertransaksi adalah agar
lebih berhati-hati. Juru tulis ini diperintahkan menuliskannya dengan adil
(benar), tidak condong kepada salah satu pihak, dan tidak boleh menambahkan
atau mengurangi sesuatu dalam teks yang disepakati itu
Disini
pembicaraan beralih kepada poin berikut yang menjelaskan bagaimana seharusnya
ia menulis.
“hendaklah
orang yang berutang itu mendiktekan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah
ia bertakwa kepada Allah tuhannya. Janganlah ia mengurangi sedikitpun dari
utangya. Jika orang yang berutabg itu adalah orang yang lemah akalnya atau
lemah keadaannya, atau dia sendiri tidak mampu mendiktekannya, maka hendaklah
walinya yang mendiktekannya dengan jujur”
Orang yang
berutang hendaklah mendiktekan kepada juru tulis mengenai utang yang di akuinya
itu, berapa besanya apa syaratnya, dan temponya. Hal ini karena di khawatirkan
terjadinya kecurangan terhadap yang berutang kalau pemberi utang yang
mendiktekannya, dengan menambah nilai utangnya, atau memperpendek temponya,
atau neyebutkan beberapa syarat tertentu untuk kepentingan dirinya orang yang
berhutang itu dalam posisi yang lemah yang kadang-kadang tidak berani
menyatakan ketidak setujuannya karena ingin mendapatkan harta yang
diperlukannya seingga ia dicurangi. Jika yang berutang adalah orang safih yaitu
bodoh, tidak dapat mengatur urusannya dengan baik, pendek akalnya, atau orang
yang berutang itu adalah orang yang dhaif (lemah) yaitu anak kecil yang belum
mumayyis atau orang tua yang lemah ingatannya, ataupun orang orang yang tidak
bisa mendiktekannya karena adanaya gangguan pada lisannya, maka hendaklah
wali pengurusanya yang mendiktekannya. “dengan adil”. Semua itu agar terjamin
tanggung jawabnya agar terjamin transaksi tersebut. Disini juga di sebutkan
tentang status jual beli orang bisu. Akad jual-beli bagi orang bisu
dinyatakan sah dengan isyarat yang bisa adimengerti karena isyarat orang yang
bisu untuk mengungkapkan sesuatu setara dengan ucapan lisan. Orang bisu juga
boleh melakukan akad dengan tulisan sebagai ganti dari isyarat, jika ia mampu
menulis.
“Dan
persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki di antara kamu.
Jika tidak da dua orang laki-laki. Maka boleh seorang laki-laki dan dua orang
perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa maka
seorang lagi mengingatkannya”.
Harus ada
dua saksi terhadap akad (transaksi itu). “dari saksi saksi yang kamu ridhai”.
Ridha disini mengandung dua makna. Pertama, kedua saksi itu harus adil dan
diridhai dikalangan jamaah (masyarakat). Kedua, kedua belah pihak ridha
terhadap kesaksiannya. Akan tetapi ada konsisi-kondisi tertentu yang tidak
mudah mendapatkan dua orang saksi laki-laki. Maka dalam kondisi seperti ini
syariat memberikan kemudahan dengan menjadikan perempuan sebagai saksi.
Selsnjutnya Menurut Hukum Acara Perdata yang biasa dipergunakan pada pengadilan
dalam lingkungan peradilan agama, beberapa macam alat-alat bukti yang dapat
dijadikan bukti kebenaran dan ketidakbenaran suatu di pengadilan, yaitu:
1.
Alat bukti surat-surat (tertulis)
Alat bukti
surat adalah segala sesuatu yang memuat tanda bacaan yang di
maksudkan untuk mencurahkan isi hati atau untuk menyampaikan
buah pikiran seseorang yang di pergunakan sebagai pembuktian.
Al-Qur’an
kepada orang yang beriman untuk menuliskan transaksi yang terjadi di antara
manusia, sebagai mana terdapat dalam Al- Baqarah (3) : 282 berikut: Wahai
orang-orang yang beriman apabila kamu melakukan utang-piutang untuk
waktu yang di tentukan, hendaklah kamu menuliskannya dan hendaklah seorang
penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar, janganlah penulis menolak
untuk menulis sebagaimana Allah telah mengajarkan kepadanya, maka hendaklah
orang yang berhutang itu mendiktekan, dan hendaklah dia bertakwa kepada Allah.
Ayat di atas
dapat disimpulkan bahwa Islam menetapkan perlunya mendokumentasikan misalnya
dalam bentuk tulisan berbagai peristiwa-peristiwa penting yang terjadi diantara
manusia karena itu sangat beralasan kalau tulisan atau surat-surat
dijadikan sebagai salah satu alat bukti.
Surat
sebagai alat bukti tertulis dapat dibedakan dalam 2 jenis yaitu: surat akta
otentik dan surat akta tidak otentik (dibawah tangan)
a.
Akta Otentik
Akta otentik
adalah akta yang dibuat oleh atau dihadapkan pejabat yang berwenang untuk
itu, menurut ketentuan yang telah ditetapkan sebagai pejabat yang berwenang
dimaksudkan antara lain notaris, jurusita, panitra, dan hakim pengadilan,
pegawai catatan sipil dan lain-lain.
b.
Akta Tidak Otentik ( di bawah tangan )
Akta tidak
otentik atau akta di bawah tangan adalah segala tulisan yang memang sengaja
dibuat untuk dijadikan bukti tetapi tidak dibuat di hadapan atau oleh pejabat
yang berwenang untuk itu dan bentuknya pun tidaklah terikat kepada bentuk
tertentu.
Misalnya:
Surat jual beli tanah, yang dibuat oleh kedua bela pihak, sekalipun di atas
kartu segel dan ditandatangani oleh ketua RT, ketua RW, lurah/kepala desa,
tidak bisa disebut akta otentik karena pejabat berwenang membuat akta tanah
yang disebut PPAT, hanyalah notaris dan camat.
2.
Alat Bukti Saksi
Kata saksi
jika dilihat dari pengertian terminologi berarti orang yang mempertunjukkan,
memperlihatkan, sebagai bukti. Sedangkan menurut istilah syara’ ialah orang
yang menyaksikan dengan mata kepala sendiri.
Jadi saksi
yang dimaksud dalam hal ini adalah manusia hidup. Sedangkan menurut Sayid Sabiq
dalam kitab sunnah bahwa yang dimaksud dengan saksi itu adalah memberitahukan
seseorang tentang apa yang disaksikan dan dilihatnya. Maknanya ialah
pemberitahuan seseorang tentang apa yang dia ketahui dengan sebenarnya.
Bila
dimaksudkan bahwa saksi adalah orang yang betul-betul sebagai saksi
karena menyaksikan sendiri suatu perkara maka dinilai bahwa kesaksian tersebut
adalah merupakan salah satu bukti dalam hukum pembuktian.
Selanjutnta
ayat ini di akhiri dengan firman-Nya: “dan bertaqwalah kepada Allah. Allah
mengajarmu. Allah maha mengetahui sesuatu.”.
Menutup ayat
ini dengan perintah bertaqwa yang disusul dengan mengingatkan pelajaran
ilahi, merupakan penutup yang amat tepat, karena seringkali yang melakukan
transaksi perdagangan menggunakan pengetahuan yang dimilikinya dengan berbagai
cara terselubung untuk mencari keuntungan sebanyak mungkin. dari sini
peringatan tentang perlunya taqwa serta mengingat pelajaran ilahi menjadi
sangat tepat.
Mengapa Allah minta tambahan saksi sedangkan sudah ada
tulisan? Tujuannya adalah untuk menguatkan hujah jika berlaku penipuan dalam
kalangan saksi ataupun tulisan. Ciri-ciri saksi yang diterima adalah:
a.
Islam
b.
Merdeka, tidak hamba
c.
Berakal, tidak gila
d.
Baligh
e.
Adil - bermaksud
tidak banyak melakukan dosa kecil secara berterusan dan meninggalkan dosa besar
Saksi tidak
boleh orang sembarangan sahaja. Saksi mesti mempunyai agama dan akhlak yang
bagus. Saksi juga tidak boleh seorang yang ada masalah dengan orang berhutang
atau piutang.
KESIMPULAN
Untuk
memperoleh kenikmatan hidup dan manfaat dari harta dapat ditempuh jalan yang
haram akan tetapi allah menetapkan jalan yang halal yaitu pinjam meminjam dan
utang piutang tanpa bunga.
Ayat ini
menerangkan bahwa dalam utang piutang atau transaksi yang tidak
kontan hendaklah untuk dituliskan sehingga ketika ada perselisihan dapat
dibuktikan.
Dalam kegiatan ini pula diwajibkan untuk ada dua orang saksi yang adil dan
tidak merugikan pihak manapun, saksi ini adalah orang yang menyaksikan proses
utang piutang secara langsung dan dari awal.
Dalam
menuliskan utang piutang haruslah dngan jelas atas kesepakatan kedua belah
pihak baik waktu dan jumlah utangnya. Bagi yang tidak punya kemampuan dalam
mengutarakan keinginanya dapat diwakilkan kepada walinya. Keadaaan yang seperti
ini diperbolehkan dengan syara’ dengan ketentuan tidak adanya salah
satu pihak yang merasa dirugikan.
Isi penting
daripada ayat 282, surah Al-Baqarah:
- Sunat untuk menulis perjanjian
dalam hutang-piutang.
- Penulis hutang mestilah bukan
orang berhutang atau pemiutang.
- Penulis mesti menulis dengan
jujur.
- Isi kandungan surat hutang
mestilah mengikut bahasa orang yang berhutang.
- Jika orang lemah/tidak mampu
menguruskan wang ingin berhutang, walinya perlu menjadi penjamin.
- Dua orang
saksi perlu didatangkan di dalam akad hutang-piutang.
Adapun
syarat-syarat yang ditentukan oleh ayat ini untuk transaksi adalah sebagai
berikut :
a.
Untuk setiap agama, baik hutang
maupun jual beli secara hutang, haruslah tertulis dan berdokumen.
b.
Harus ada penulis selain dari kedua
pihak yang bertransaksi, namun berpijak pada pengakuan orang yang berutang.
c.
Orang yang berhutang dan yang
memberikan pinjaman haruslah memperhatikan Tuhan dan tidak meremehkan kebenaran
dan menjaga kejujuran.
d.
Selain tertulis, harus ada dua saksi
yang dipercayai oleh kedua pihak yang menyaksikan proses transaksi.
e.
Dalam transaksi tunai, tidak perlu
tertulis dan adanya saksi sudah mencukupi.
REFERENSI
abismiakabr.blogspot.co.id ( Diakses Tanggal 08 Desember 2016 )
Departeman Agama Republik Indonesia,
Al Quran dan Terjemahannya, Surabaya:Cv. Aisyiah, 1998
Mahali A. Mujab, Asbabun Nusul
Studi Pendalaman Al Qur’an, Rajawali pers: Jakarta, 1989.
masotib.blogspot.com/2011/03/utang-piutang-dalam-hukum-islam.html ( Diakses Tanggal 08 Desember 2016 )
Quthb
sayyid, Tafsir Zhilalil Qur’an, Gema Insani: Jakarta, 2008
shareinpoh.blogspot.co.id ( Diakses Tanggal
08 Desember 2016 ).